Suatu malam di pinggiran Kota Pekalongan…“Bang, maaf ya.. dari kemarin Muti dah pengen banget ngebersihin kulkas, tapi belum sempat juga.” kataku sambil memperhatikan suamiku yang sedang membersihkan sisa-sisa defrost kulkas.
Sedih rasanya melihat suamiku melakukan pekerjaan rumah yang biasanya aku kerjakan sendiri, apalagi di tengah-tengah kesibukannya kuliah, membuatku semakin merasa bersalah tidak dapat memberikannya ketenangan sepulangnya dari kampus. Suamiku hampir selalu pulang larut malam.
Terkadang sesampainya ia di rumah, ia bisa langsung mencuci baju, walau pakai mesin cuci tapi kan tetap saja ada waktu dan tenaga yang harus dicurahkan. Terkadang kalau aku sudah tidur, semerbak wangi cairan pembersih lantai tercium olehku. Ketika kubuka mataku, tampaklah suamiku sedang mengepel lantai. Kadang ia juga tampak sedang melap perabotan berdebu, dan kali ini suamiku membersihkan kulkas. Subhanallah…
Istri mana yang tak bahagia bila suaminya mau membantunya mengerjakan pekerjaan yang biasanya dia lakukan sendiri di rumah, seperti bersih-bersih, menyapu, mengepel, mencuci… yah, walaupun mencucinya juga pakai mesin cuci, tapi tetap saja kan kebanyakan istri yang melakukan tugas itu ?!
Ada suami yang membantu istrinya itu karena sudah terbiasa sejak sebelum menikah dulu sehingga melakukan pekerjaan rumah tangga adalah hal yang biasa bahkan mudah baginya. Dengan senang hati ia melakukan apa yang bisa ia lakukan untuk meringankan pekerjaan istrinya di rumah. Masya Allah!
Tapi ada juga suami yang tidak biasa dengan pekerjaan itu namun ia berusaha sekuat tenaga melakukannya karena Allah, ingin mencontoh Nabi Muhammad -shallallahu’alayhi wasallam- yang dipuji istri beliau sebagai suami yang suka membantu pekerjaan istrinya. [1]
Yang paling menyebalkan tentunya suami yang sudah tidak biasa melakukan pekerjaan rumah tangga, tidak mau berusaha, mengeluh pula. “Deuh ni lantai kotor amat sih!” katanya tanpa berinisiatif melakukan apa-apa, padahal ia tahu istrinya sudah kerepotan dengan pekerjaan rumah tangga yang lain dan disibukkan dengan anak2nya sepanjang hari. Kalau pun ia mau berusaha membantu istrinya, sambil mengomel dia melakukannya, “Harusnya kamu nih yang ngerjain!”
Di lain pihak, ada istri yang senang dan amat bersyukur karena suaminya membantunya, baik suaminya itu melakukannya dengan ikhlas ataupun tidak. Saking senangnya sampai ia merasa malu bahkan menganggap dirinya tidak becus sebagai istri “Istri macam apa aku ini, sampai suami harus turun tangan”, begitu bisiknya dalam hati ketika melihat suaminya mengerjakan pekerjaan rumah.
Tapi ada juga seorang istri yang merasa “Ya memang harus begitulah seorang suami; membantu tugas istri di rumah. Lagian biar suami tuh tau kalo pekerjaan istri di rumah tu bikin capek juga.”
Bahkan ada juga istri yang lebih parah lagi, yaitu yang kelewatan. Sudah tahu suaminya akan membantu, ia mengeluh terus, berharap suaminya iba dan akhirnya membantunya.
Padahal suami itu telah banyak membantu kita tanpa kita sadari.
Dia menikahi kita, agar kita terjaga dari fitnah.
Dia memberi kita tempat tinggal, agar kita terjaga dari cuaca.
Dia memberi kita nafkah, agar kita bisa belanja.
Dia memberi kita anak, agar ada yang dapat mendoakan kita masuk surga.
Susah payah dia mempertahankan kebahagiaan kita, walau kita tak selalu menyadarinya.
Dan kita masih berharap dia membantu pekerjaan kita di rumah???
Sungguh wahai Suamiku,
rasa bersalah yang sangat besar menimpa diriku
apabila kau sampai membantuku dalam melakukan pekerjaanku di rumah,
walau tidak kupingkiri aku merasa sangat terbantu karena itu.
Aku selalu minta maaf apabila suamiku sampai harus mengerjakan pekerjaan di rumah. Tapi aku tidak tahu apakah ia pernah mendengarkanku mengucapkannya. Aku tahu kepalanya sudah cukup penuh dengan tugas-tugas di kampus. Seperti malam itu ketika ia membersihkan kulkas. Aku tak tahu apa ia sedang menyindir ketidak cekatanku ataukah memang ia ingin meringankan bebanku.
Berkecamuk perasaan dan pikiranku. Apakah suamiku marah ataukah ia ikhlas melakukannya…
“Bang…” kataku.
“Ya…” katanya.
“Maaf, Muti belum sempet ngebersihin kulkas..” kataku sekali lagi…
“Iya gapapa…”
Matanya tak menatapku, tangannya masih sibuk melap dinding-dindind kulkas. Sepertinya pikirannya tidak di rumah, melainkan di tugas-tugasnya yang menumpuk. Sementara aku semakin terpuruk memikirkan kenapa nggak aku kerjain tadi siang. Kasihan suamiku, banyak sekali paper yang harus ia kerjakan, dan sekarang dia sedang membersihkan kulkas.
“Gapapa ti…” katanya, “Abang juga sambil refreshing kok…”
Haaa?! Refreshing?! Membersihkan kulkas = refreshing?!
Masya Allah… aku jadi senyum deh. Mungkin layar laptop membuat mata lelah ya bang, dan membersihkan kulkas itu lebih ringan daripada mengerjakan tugas-tugas yang ada.
Barakallahu fiik. Jazakallahu khayr ya zawjiy..
Sudahlah membantu pekerjaan istri itu meringankan beban yang ada, apalagi dianggap sebagai refreshing saja…
______________
[1] Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka membantu pekerjaan istrinya. Dan jika tiba waktu shalat, beliau keluar untuk menjalankan shalat”. [HR Bukhari, 6039].